Kesalahan Umum Muslim Indonesia di Bulan Ramadhan

1. DOA BERBUKA PUASA

Berbuka puasa dengan mengucapkan do’a “Allahumma Laka sumtu..”, mungkin sebagian dari kita sewaktu kecil diajarkan doa ini, namun sebenarnya do’a ini salah, karena berasal dari hadits yang lemah (dhaif/tidak shahih) “Allahuma lakasumtu wabika amantu wa’ala rizqhika afthartu birahmatika yaa’arhamarahimin” yang artinya “Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan atas rezeki dari-Mu aku berbuka”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Thabarani dan Ad-Daaruquthuny dengan sanad yang lemah, bahkan satu dengan lainnya tidak bisa saling menguatkan, bahkan lafadznya pun berbeda-beda. Doa yang biasa diucapkan Rasulullah SAW ketika berbuka puasa:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ ال

“DzaHabazh zhuma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah”

menurut sebagian besar ulama kita tidak boleh berdoa kecuali hanya dengan lafadz doa dari hadits yang sudah dipastikan keshahihannya. Info Lengkap: http://zonaislam.net/?p=12206

.

2. ADANYA JADWAL IMSYAKIYAH

Istilah ‘imsak’ yang sangat populer di negeri kita sebenarnya merupakan istilah yang agak salah kaprah. Sebab di Indonesia, imsak diartikan sebagai waktu mulai puasa, bukan “bersiap-siap untuk puasa 10 menit lagi”. Hal ini perlu diluruskan, bahwa saat dimulai puasa itu bukan sejak masuknya waktu ‘imsak’, melainkan sejak masuknya waktu shubuh. Ini penting agar jangan sampai nanti ada orang yang salah dalam memahami. Dan merupakan tugas kita untuk menjelaskan hal-hal kecil ini kepada masyarakat.

Kalau kalian bertanya kenapa ada jadwal imsak di Indonesia, ini memang pertanyaan menarik. Indonesia punya karakter unik yang terkadang tidak dimiliki oleh negara di mana Islam itu berasal. Salah satunya imsak ini. Bahkan sampai ada istilah jadwal imsakiyah.

Padahal maksudnya adalah jadwal waktu-waktu shalat. Karena kebetulan dicantumkan juga waktu ‘imsak’ yang kira-kira 10 menit sebelum shubuh itu, akhirnya namanya jadi seperti itu. Padahal waktu 10 menit itu pun juga hanya kira-kira, sebagai terjemahan bebas dari kata sejenak. Memang asyik kalau ditelusuri, kenapa 10 menit, kenapa tidak 5 menit atau 15 menit? Pasti tidak ada yang bisa menjawab.

Dan itu khas Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Mudah menjiplak sesuatu yang dia sendiri tidak pernah tahu asal muasalnya. Pokoknya itu yang masyhur di masyarakat, itu pula yang kemudian dijalankan. Urusan dasar pensyariatan dan asal usulnya, urusan belakang. “Jadi intinya Indonesia itu mengada-ngadakan. Sementara Allah berkata Celakalah orang yang mengada ngadakan!”

.

3. MENGUCAPKAN MINAL AIDIN WAL FAIDZIN

Para sahabat Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : “Taqabballallaahu minna wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.

Lalu apa arti Minal Aidin Wal Faidzin?

Dikalangan masyarakat dan media Televisi berjuta-juta muslim di Indonesia sering mendengar kata ini digandengkan dengan kata ‘Mohon ma’af lahir batin’ sehingga kurang lebih begini :

“MINAL AIDIN WAL FAIDZIN = MOHON MA’AF LAHIR DAN BATIN”

Seakan-akan (mungkin yang mengucapkan) menganggap bahwa Minal Aidin Wal Faidzin ini berarti Mohon Ma’af Lahir dan Batin. Benarkah begitu? Coba perhatikan dan analisa sendiri jika dua frase itu diartikan secara menyeluruh dalam bahasa Indonesia yang benar:

“TERMASUK DARI ORANG ORANG YANG KEMBALI SEBAGAI ORANG YANG MENANG” dengan “MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN”

Jauh banget kan bedanya?

Mari perhatikan, dalam budaya Arab, ucapan yang disampaikan ketika menyambut hari Idul Fitri (yang mengikuti teladan nabi Muhammad SAW) adalah “Taqabbalallahu minna waminkum”, Kemudian menurut riwayat ucapan nabi ini ditambahkan oleh orang-orang dekat jaman Nabi dengan kata-kata “Shiyamana wa Shiyamakum”, yang artinya “puasaku dan puasamu”, sehingga kalimat lengkapnya menjadi “Taqabbalallahuminna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum” (Semoga Allah menerima amalan puasa saya dan kamu).

Dari riwayat tersebut dan seperti keterangan keterangan yang dipaparkan yang benar adalah dari “Taqabbalallahu…sampai…shiyamakum”. tidak satupun menyatakan ada istilah Minal Aidin wal Faidzin. Atau Tanpa minal Aidin wal faidzin.

Dan bisanya kalimat “Minal aidin wal faidzin”  seharusnya diucapkan lengkap seperti kalimat, “Taqabbalallahu minna wa minkum wa ja’alanallahu minal ‘aidin wal faizin” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) kemenangan”.

TAMBAHAN:

1. Minal ‘Aidin wal Faidzin = Penulisan yang benar.
2. Minal Aidin wal Faizin = Juga benar berdasar ejaan Indonesia.
3. Minal Aidzin wal Faidzin = Salah, karena penulisan “dz” berarti huruf
“dzal” dalam abjad Arab.
4. Minal Aizin wal Faizin = Salah, karena pada kata “Aizin” seharusnya
memakai huruf “dal” atau dilambangkan huruf “d” bukan “z”.
5. Minal Aidin wal Faidin = Juga salah, karena penulisan kata “Faidin”,
seharusnya memakai huruf “za” atau dilambangkan dengan huruf “z” bukan “dz” atau “d”.
.

4. PENULISAN KATA “IDUL FITRI”

Mungkin lebaran kemarin kita sering mengirimkan atau menerima ucapan “Selamat Idul Fitri”, tapi ternyata penulisan kata yang sesuai dengan kaidah yang benar adalah Idulfitri, bukan Idul Fitri, Iedul Fitri Idhul Fithri atau !EdOhel V3.

Lho kenapa begitu?

Sesungguhnya kata Idulfitri berasal dari dua kata bahasa Arab, yakni id & alfitri yang artinya kembali dan suci. Menurut artikel yang pernah ane baca (karya Abdul Gaffar Ruskhan), id merupakan sebuah unsur terikat yang tidak dapat berdiri sendiri. Dia harus disandarkan pada kata lain yang menyertainya. Jadi, penulisan kata Idulfitri yang sesuai dengan kaidah adalah Idulfitri, bukan Idul Fitri. Hal ini juga sejalan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penulisan Idulfitri di dalam literatur tersebut juga digabung.
ternyata masih banyak orang² yang tidak tahu penulisan kata Idulfitri yang benar atau dia sudah tau dan tidak mau mengubah kebiasaan yang salah tersebut. Hal itu mungkin disebabkan karena masyarakat telah terbiasa menuliskan kata Idulfitri secara terpisah dan akan merasa aneh (karena di luar kelaziman) bila digabung cara menuliskannya.

Tambahan:

Aid alfitr عيد الفطر terdiri dari 2 suku kata aidu عيد yang berarti perayaan, dan al fitra الفطر yang berarti fitrah atau kesucian, aidu karena pengucapan logat, termasuk orang arab nya sekalipun mengucap kan nya “id” atau “eid” seperti dalam kata “said” (سعيد), sedangkan kata fitr atau fitri (malah sebenernya bukan fitri) adalah fitra, krna brada di akhir kata maka pengucapan katanya dimatikan maka suara “a” tidak diucapkan atau di matikan (yang belajar nahu shorof pasti paham) maka dibaca nya hanya al fitr.

Begitu jg kata aidu عيد kebanyakan logat timur tengah mematikan huruf di akhir kata, sehingga tanda tasdid (fathah, kasroh, domah) tidak dibaca alias dimatikan, jadi kata aidu hanya di baca aid atau eid atau dalam logat indonesia “id”, jadi seharusnya dibaca eid al fitr, karena penggabungan dua kata maka secara pendengeran seolah terdengar seperti eid ul fitr dan logat indonesia menjadi idulfitri. CMIIW ;)

Sumber